Sabtu, 08 September 2018

PROFILE TANG KIM TENG


TANG KIM TENG lahir di sebuah rumah sederhana di pinggir kota Singapura pada Maret 1921. Nama kecilnya A Ngau. Ayahnya bernama Tang Lung Chiu dan Maknya Tan Mei Liang. Ia anak ketiga dari 5 bersaudara. Leluhurnya berasal dari kampung Kwanchiu, Tiongkok. Kim Teng pernah tinggal di Siak, Sungai Pakning, Bengkalis, dan Pekanbaru. Ia berasal dari keluarga amat sederhana. Mereka pindah-pindah untuk mencari kehidupan lebih baik.

Ketika berusia 4 tahun, dari Singapura, Kim Teng bersama keluarganya pindah ke Pulau Padang, Bengkalis, Riau. Ayahnya kerja jadi tukang masak camp di sana. Tak berapa lama, mereka pindah lagi ke daerah Siak Kecil, masih di Kabupaten Bengkalis. Di sini kerja Lung Chiu, ayahnya, serabutan. Tahun 1931, saat usia Kim Teng 10 tahun, keluarga putuskan pindah dari Siak Kecil ke Sungai Pakning. Di situ, mereka menumpang di sebuah rumah orang Tionghoa kaya dekat kantor Bea Cukai. Namanya Sun Hin atau biasa disapa ‘Toke Gemuk’. Di sini, profesi Lung Chiu sama dengan di Siak Kecil, kerja serabutan. Tahun 1934 mereka pindah lagi ke Pulau Bengkalis. Waktu itu usia Kim Teng 13 tahun. Mereka juga sewa rumah sederhana di Jalan Makau–sekarang Jalan Hokian. Di Bengkalis Lung Chiu kerja jadi tukang masak di sebuah sekolah Tionghoa. Bagi Kim Teng, ayahnya seorang pekerja keras dan ulet.


Tahun 1943, saat berusia 22 tahun, Kim Teng menikah dengan seorang gadis asal Dabo Singkep, Pulau Bangka bernama Tjang Fei Poan. Dua tahun kemudian, putra pertama mereka bernama Kaliono Tenggana lahir. Tak berapa lama setelah itu, Kim Teng putuskan ikut berjuang aktif mempertahankan kemerdekaan. Ia bergabung di Resimen IV Riau bagian Siasat Perang dan Perbekalan pimpinan Hasan Basri. Tugas utamanya, memenuhi permintaan sejumlah barang perbekalan, terutama senjata, alat peledak, pakaian tentara, sepatu, obat-obatan, dan perbekalan lainnya.

Pada masa Agresi Belanda I itu lahir putra kedua Kim Teng dan Fei Poan, tepatnya tahun 1947. Di penghujung perjuangannya, tahun 1949, lahir putri ketiga, Liliana Tenggana. Kelahiran Liliana menjadi tanda Kim Teng menutup lembaran perjuangannya. Tahun 1949 pula, melalui Konferensi Meja Bundar, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.


Otomatis Kim Teng jadi veteran pejuang ’45. Selain itu, ia tak lebih dari seorang pengangguran. Saat itu usianya 30 tahun dan harus menghidupi seorang istri serta tiga anak. Ia cari akal. Kemudian dapat jalan dengan membantu kakak keduanya, Tjun Lan, yang sudah lebih dulu buka usaha kedai kopi di Pekanbaru. Usaha mereka terletak di Jalan Sago, di sebuah rumah sewa berdinding papan beratap daun rumbia berlantai tanah. Kedai kopi itu bernama ‘Kedai Kopi Yu Hun’. Kedai kopi umumnya dimiliki warga Tionghoa suku Hailam. Konon, kopi orang Hailam lebih nikmat rasanya.
Di tengah kesibukan mengurus kedai kopi, Kim Teng dan Fei Poan kembali dikaruniai dua anak perempuan. Satu lahir tahun 1951, yang satunya tahun 1953. Jadi mereka sudah punya 5 anak. Tahun 1955, kedai kopi Yu Hun pindah ke sekitar tepian Sungai Siak. Mereknya pun diganti menjadi ‘Kedai Kopi Nirmala’. Usaha kedai kopi sempat mandek saat peristiwa pemulangan warga Tionghoa ke Tiongkok tahun 1959. Beruntung Kim Teng tak kena gusur ke Tiongkok.
Setelah situasi reda, ia mulai buka usaha kedai kopi kembali. Namanya ‘Kedai Kopi Segar’. Saat itulah Kim Teng dan istrinya kembali dikaruniai anak. Tahun 1955 lahir anak lelaki bernama Tang Kok Sun. Setahun berikutnya lahir anak perempuan bernama Tang Lie Lian. Lie Lian menjadi anak bungsu Kim Teng dan Fei Poan.
Seiring dengan bertambah banyak anak, usaha kedai kopi makin berkembang. Tahun 2002, Kedai Kopi Segar, yang lebih dikenal dengan nama ‘Kedai Kopi Kimteng’ dipindahkan ke Jalan Senapelan. Kini, Kedai Kopi Kimteng sudah punya empat cabang di Pekanbaru: Jalan Senapelan (pusat), Mall Ciputra Lantai 2, Mall SKA, dan di Perpustakaan Soeman HS Lantai Dasar. Saat ini, Kedai Kopi Kim Teng menjadi salah satu tujuan wisata kuliner yang terkenal dan dianggap harus dikunjungi jika berwisata di Pekanbaru, Riau.

Keberhasilan Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan tak lepas dari kerja keras dan pengorbanan para pejuang, tentunya dari berbagai latar belakang.

Sejarah mencatat banyak suku anak bangsa terlibat dalam perjuangan itu, termasuk dari etnis Tionghoa.

Namun, kurangnya informasi membuat para pahlawan berlatar belakang etnis Tionghoa kurang dikenal publik, apalagi tokoh yang berjuang di daerah.



Meski bukan orang asli Indonesia, Kim Teng bersedia ikut berjuang. Dia kemudian menjadi anak buah Letnan Satu (Lettu) RA Priodipuro, di Resimen IV Riau.



Kim Teng bukan satu-satunya pemuda Tionghoa dalam resimen itu. Setidaknya ada delapan orang Tionghoa lain dan satu orang India dalam resimen tersebut.

Untuk memenuhi tugas itu, dia harus menyelundupkan senjata dan perbekalan tersebut dari Singapura ke Pekanbaru melalui jalan laut. Sedangkan Tan Ten Hung temannya, bertugas mengambil barang-barang tersebut di Pekanbaru.

"Kim Teng berulang kali berhasil menyundupkan senjata dari Singapura ke Pekanbaru,"
Senjata ditimbun garam

Tantangan, mengirimkan senjata dan perbekalaan makin berat dilakukan saat berlangsungnya Agresi Militer I dan II Belanda. Kim Teng bahkan harus menyamar menjadi pedagang untuk bisa menembus barikade penjagaan Belanda di perairan rute Riau-Singapura.

Usaha penyelundupan Kim Teng nyaris saja gagal saat kapal yang dibawanya diberhentikan kapal patroli Belanda di perairan Tanjung Samak. Waktu itu, dia membawa senjata yang disembunyikan di bawah tumpukan garam curah.

"Isi kapal nyaris digeledah, kalau saja kapal itu tidak membawa surat pengantar Konsul Belanda di Singapura,"

Bukan hanya sekali itu saja Kim Teng harus berurusan dengan kapal patroli Belanda. dia harus kucing-kucingan dengan Angkatan Laut Belanda, yaitu pengawal pantai RP Belanda dan P-8 Kapal Perusak di perairan Selat Malaka.

Rekan seperjuangan Kim Teng, Burhanuddin, memberikan kesaksian kegigihan Kim Teng. Dengan kapal pengangkut sagu yang sederhana, Kim Teng berulang kali berlayar dalam cuaca buruk untuk menembus blokade laut yang dilakukan AL Belanda.

Atas kegigihannya, Kim Teng yang semula diragukan oleh para pejuang Indonesia karena bukan orang asli Indonesia, akhirnya semakin mendapat kepercayaan.

Seorang pejuang bernama Syafei Abdullah yang semula ragu terhadap Kim Teng lalu semakin mantap memberikan kepercayaan setelah melihat Kim Teng berulang kali dengan menggunakan sampan kayuh, mengantar dan membongkar perbekalan yang dibutuhkan pejuang.





TANG KIM TENG was born in a simply house at edge of Singapura Town on March 1921. His childhood name was A Ngau. His father named Tang Lung Chiu and his mother named Tan Mei Liang. He is the third child of 5 siblings. His forebear came from Kwanchiu village, Tiongkok. Kim Teng ever lived in Siak, Pakning River, Bengkalis, and Pekanbaru. He came from simply family.They move and move to looking for a good living.

When 4 years old, he with his family move from Singapore to Padang Island, Bengkalis, Riau. In there, his father work as a chef camp. Not for long, they moved again to small Siak, still in Kabupaten Bengkalis. In here, Lung Chiu, Teng's father had odd jobs. In 1931, when Teng was 10 years old, relatives decide it to move from small Siak to Pakning River. In there, they stay at house of  rich Chinese people that near from Bea Cukai office. His name Sun Hin or usually called 'Fat Toke'. In this palce, Lung Chiu's job is same like before, its odd jobs. In 1934, they move again to Bengkalis Island. In that time Teng was 13 years old. They also rent a simply house in Makau street - now become Hokian street. In Bengkalis, Lung Chiu work as chef at Chinese school. For Kim Teng, his dad is a hard-worker.


In 1935, Kim Teng move to Pekanbaru. He was 14 years old that time. In Pekanbaru, he stayed with his second sister, Tang Tjun Lan and his brother in law, Bok Tong An that already stay in Pekanbaru first. In Pekanbaru, Kim Teng studied at Pek Eng, his brother in law do the payment. When at school he learn many things. Because of school, he also know that Netherlands and Japan very cruel to torture Indonesian people. His nationalism start to grow.






In 1939, after Kim Teng 4 years in Pekanbaru, his family move to Pekanbaru. This transfer make their financial more difficult. its force Kim Teng out from school and start to looking for job to helps his family. Become a taylor, and then become seller of sugar cane and coconut sugar. In that time, still colonialism era of Japan soldiers.

In 1943, when 22 years old, Kim Teng get married with a girl from Dabo Singkep, Bangka Island named Tjang Fei Poan. Two years later, their first son named Kaliono Tenggana was born. Not for long after that, KIm Teng decided to join fight and active defend independence. He join into Resimen IV Riau part of battle plan and principal Hasan Basri's logistic. His main task is fullfill request of some stock, mainly gun, explosives, soldier's clothes, shoes, medicines, and another stock.

On that Netherlands Agretion I era, second son of Kim Teng and Fei Poan was born, for surely in 1947. IN the last of his fighting in 1949, the third daughter was born, Liliana Tenggana. The born day of Liliana become sign for Kim Teng to close his fight's page. In same year, through Circle Table Conferention, Netherlands give the sovereignty for Indonesia.

Automatically, Kim Teng become fighter veteran '45. Except that, he is not more than unemployment. In that time Kim Teng's age is 30 years old and must give living his own family. He was looking for idea. Then get path with help his second brother, Tjun Lan, that already open the coffeeshop first in Pekanbaru.
Thir business located on Sago street, in the rental house with wall-board, roofed-rumbia leaf, and with land floor. The coffeeshop named " Yu Hun Coffeeshop ". Coffeeshop mostly owned by Chinese People, Hailam ethnic. People say, coffe of Hailam people more delicious, about the taste.

In the middle of busy to handle coffeeshop, Kim Teng and Fei Poan comeback with given two daughter. One of them borned in 1951, the other in 1953. So, Kim Teng and Fei already have 5 children. In 1955, Yu Hun Coffeeshop move to around edge of Siak River. The merck replaced to be "Nirmala Coffeeshop". Coffeeshop business get stuck when incident of the Chinese people is return back to Tiongkok in 1959. Luckily Kim Teng not get move to Tiongkok.

After the situation calm down, he start the coffeeshop busuness again. The name is " Fresh Coffeeshop". Also in that time Kim Teng and his wife given birth again. In 1955 was born a son named Tang Kok Sun. Next year, was born a daughter named Tang Lie Lan. Lie Lan is the last child of Kim teng and Fei Poan.

As long as time gone, Kim Teng has many child, his coffeeshop also more develop. In 2002, Fresh Coffeeshop, that popular with "Kimteng Coffeeshop" moved to Senapelan street. At now, Kimteng Coffeeshop already has four branches in Pekanbaru : Senapelan street (centre), Mall Ciputra second floor, Mall SKA and in Soeman HS Library Ground Floor. At naow, Kim Teng Coffeeshop become one of food travel destination that famous and must visited if travelling to Pekanbaru, Riau.

Succeed of Indonesia in fight and defend the independence not free from work hard and sacrifice of the fighter, of course from any background.

History noted so many ethnic of Indonesian child get involved into that fight, include from Chinese ethnic. However, lack of information make the fighter with Chinese ethnic background less known public, especially fighter in territory. 

Despite not origin Indonesian, Kim Teng ready to join fight. Then he become subordinates of Letnan Satu (Lettu) Ra Priodipuro, at Resimen IV Riau. Kim Teng not the only one Chinese teenager in that resimen. At least there is eight another Chinese people and one India people in that resimen. 

To fullfill his task, he must give that gun and logistic with forbidden way from Singapore to Pekanbaru through sea way. While Tan Ten Hung, Kim Teng's friend, in charge to take that things in Pekanbaru. Kim Teng in many times, success to smuggle the gun from Singapore to Pekanbaru.

The Gun Stockpiled With Salt

Challenge, sent gun and logistic more heavy to do it when Netherlands Agretion Militer I and II was going on. Kim Teng even must hide be seller for can through Netherlands protection baricade in Riau-Singapore water route.

Kim Teng smuggle's business almost failed when the ship that he bring stopped by Netherlands patrol ship in Tanjung Samak waters. In that time, he bring gun that stockpiled with so many cheap salt. All content in that ship almost checked, if that ship not to bring Netherlands Consul recomendation letter in Singapore.

Not only that one, Kim Teng also must has business with Netherlands patrol ship. Kim Teng must runs with Netherlands sea force, that is Netherlands guardian beach RP and P-8 brokership at Selat Malaka waters. Kim Teng's partner, Burhanuddin give witness on Kim Teng's dilligentness. With simply sagu (food) pick-up ship, Kim Teng in many times sailing into bad weather to go through sea blockade that did by Netherlands sea force.

On his dilligentness, Kim Teng that in the first get doubt by Indonesian fighter because not from origin Indonesian, finally get more believe. A fighter named Syafei Abdullah that doubt to Kim Teng then more sure to give believe after see Kim Teng in many times with small ship, deliver and unpack logistic that needed by fighter.

http://sthernauly.blogspot.com/2018/09/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html